Pesantren Dalam Perspektif Globalisasi
Era globalisasi telah merambah ke berbagai bidang dan segala aspek kehidupan. Begitu juga dengan yang dialami pondok pesantren dari masa ke masa. Walaupun demikian, perubahan yang dialami tidaklah terlalu signifikan. Suasana pondok pesantren yang begitu tenteram, teduh, sederhana dan penuh kedamaian nyaris tidak berubah. Jika diamati, pesantren sedang mengalami tumbuh kembang. Tumbuh dengan jumlah santri yang membludak, sarana prasarana yang yang semakin lengkap. Dikatakan berkembang karena dapat menjangkau segala sendi-sendi masyarakat yang semakin kompleks.
Format baru.
Sulit membayangkan bagaimana posisi dunia pesantren ketika ia tiba-tiba harus hidup di tengah-tengah masyarakat global dengan budaya dan peradaban. Dunia global sedang berada dalam masa transisi yang luar biasa seriusnya, yang jika para santri dan dunia pesantren tidak dapat menjalankan peranan yang semestinya dilakukan. Peran pesantren tidak dapat dipandang sebelah mata. Diakui atau tidak pesantren mampu menjadi motor penggerak perjuangan melawan penjajah. Dan hingga kini, pesantren telah banyak “menelurkan” tokoh-tokoh nasional yang pernah merasakan kawah candradimuka dunia pesantren. Dengan berbagai keunikannya, mulai dari cara hidup yang dianut, pandangan hidup atau tata nilai, telah menempatkan pesantren sebagai sebuah subkultur dari masyarakat Indonesia . Dengan pola kehidupannya yang unik serta tradisional yang tetap dipegang teguh, pesantren mamapu bertahan selama berabad-abad di tengah-tengah parubahan globalisasi yang semakin cepat untuk mempergunakan nilai-nilai kehidupannya sendiri.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan, pesantren telah terbukti mampu bertahan sampai sekarang sejak pertama kali diperkenalkan. Sementara arus globalisasi dan modernisasi sedemikian hebatnya menerpa setiap sendi kehidupan, termasuk juga dengan yang dialami pesantren. Namun demikian hal itu tidak serta merta langsung mempengaruhi pola kehidupan pesantren yang telah sangat kuat mengakar. Pesantren tetap memiliki tempat terhormat sebagi lembaga pendidikan Islam khas Indonesia . Pesantren masih tetap eksis terselenggara dan lulusannya dapat memainkan peranan yang berharga dibidang keilmuan atau kepemimpinan dan belum ada lembaga pendidikan yang berhasil melahirkan ulama dari generasi ke generasi dalam kapasitas sebagaimana yang dilakukan pesantren. Pesantren dari masa ke masa terus mengalami perubahan sebagian dari mereka menyadari dan merencanakan perubahan itu, sedangkan yang lainnya ada yang terperangkap ke dalam perubahan tanpa di sadari perencanaan apapun selain hanya kuatnya tekanan dari luar. Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan Islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat dan sekaligus sebagai simpul budaya, maka itulah pondok pesantren. Biasanya peran-peran itu tidak langsung terbentuk melainkan melewati tahap demi tahap.
Pilihan yang dilematis
Globalisasi dan modernisasi adalah dua sisi dari satu mata uang. Ia juga menawarkan pilihan yang ambivalen, satu sisi berkah kalau kita siap, dan mungkin juga membawa petaka kalau kita gagap. Globalisasi adalah sebuah keniscayaan yang nyata dan mau tak mau akan kita hadapi bersama. Ada baiknya jika kalangan pesantren bersikap bijak dalam menghadapi masalah ini. Jika pesatren dengan tegas menolak globalisasi dengan alasan melestarikan tradisi, jelas ini akan merugikan pesantren sendiri. Sebagai contohnya para santri di Pesantren Darunnajah di Jakarta ternyata telah akrab dengan e-mail karena di salam pesantren tersebut ada sebuah warnet yang dipergunakan para santri. Di Pesantren Annida Bekasi telah memberikan materi pendidikan e-mail dan internet kepada para santri-santrinya. Bahkan Ponpes Sidogiri, Pasuruan telah memiliki situs sendiri yang menyajikan berbagai info keagamaan, perkembangan pemikiran agama, hingga aktivitas pesantren dengan baik.
Di sisi lain, meninggalkan tradisi dan konstruksi yang telah lama tertanam juga merupakan suatu kesalahan yang besar, karena seolah pesantren akan melupakan identitas dan sejarahnya yang telah susah payah dibangun oleh para leluhur. Ada yang bilang, akan lebih baik jika pesantren menggunakan kaidah Ushul Fiqih Al muhafadhotu alaa qodimi shalih wal akhdu bi jadidil ashlah, melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan menggali nilai-nilai baru yang lebih baik. Oleh karena itu sudah selayaknya pesantren membuka pintunya dan mendorong santrinya untuk belajar teknologi modern dan media global. Namun tentu saja harus harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku di lingkungan pesantren. Mungkin ada sebagian yang bertanya, mengapa pesantren sebagai sebuah lembaga mampu bertahan sampai sekarang? sementara arus globalisasi dan modernisasi sedemikian hebatnya menerpa setiap sendi kehidupan. Pesantren sebagai elemen dari komunitas sosial sudah tentu tidak terlepas dari proses globalisasi dan modernisasi tresebut. Dalam bidang pendidikan, sejarah mencatat bahwa pesantren yang notabene memiliki fungsi tarbiyah tidak begitu bergeming terhadap globalisasi. Pada kenyataannya pesantren mampu mengisi ruang kosong yang tidak bisa dipenuhi lembaga pendidikan modern; seperti tawuran dan pemakaian obat-obatan terlarang.
Proses globalisasi menempatkan pesantren pada posisi yang dilematis, antara memilih mempertahankan tradisi dengan risiko “ketinggalan” zaman, atau ikut terbawa arus globalisasi dengan segala risikonya. Berbagai keunikan pesantren mulai dari cara hidup yang dianut, pandangan hidup dan tata nilai yang diikuti menempatkan pesantrensebagai sebuah subkultur. Dengan pola kehidupannya yang unik, pesantren mampu bertahan selama berabad-abad untuk mempergunakan nilai-nilai kehidupannya sendiri. Oleh karena itu, menurut Azyumardi Azra (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah) empat sikap yang dilakukan pesantren dalam menghadapi proses globalisasi. Pertama, pembaruan isi pendidikan dengan memasukkan subyek-subyek umum, kedua pembaruan metodologi;, pembaruan kelembagaan, dan keempat pembaruan fungsi dari yang semula hanya fungsi kependidikan, dikembangkan sehingga juga mencakup fungsi sosial-ekonomi.
sumber :http://madingannaja.blogspot.com/2009/02/pesantren-dalam-perspektif-globalisasi.html
0 komentar: